PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Kulit merupakan salah satu jenis hasil ternak yang
sekarang ini telah dijadikan sebagai suatu komoditi perdagangan dengan harga
yang cukup tinggi. Pada umumnya kulit dimanfaatkan sebagai bahan pembuat
sepatu, jaket, dompet, ikat pinggang serta masih ada beberapa produk-produk
lain yang memanfaatkan kulit sebagai bahan bakunya, seperti kerupuk kulit dan
gelatin untuk bahan pangan. Komoditas kulit digolongkan menjadi kulit mentah
dan kulit samak, kulit mentah adalah bahan baku kulit yang baru ditanggalkan
dari tubuh hewan sampai kulit yang mengalami proses-proses pengawetan atau siap
samak.
Kambing merupakan salah satu jenis ternak kecil di
Indonesia, yang mempunyai peran penting bagi manusia. Kambing dapat
dimanfaatkan oleh manusia melalui konsumsi daging yang mempunyai protein tinggi
dan kulitnya dapat dijadikan bahan baku dalam industri kulit. Daging kambing
umumnya digunakan untuk berbagai acara dan pemanfaatan kulit ini masih sangat
kurang. Salah satu produk hasil olahan kulit kambing adalah penyamakan
kulit kambing.
Penyamakan bertujuan mengubah kulit mentah yang mudah
rusak oleh aktivitas mikroorganisme, khemis atau phisis, menjadi kulit tersamak
yang lebih tahan terhadap pengaruh-pengaruh tersebut. Mekanisme
penyamakan kulit adalah memasukkan bahan tertentu yang disebut bahan penyamak
ke dalam anyaman atau jaringan serat kulit sehingga terjadi ikatan kimia antara
bahan penyamak dengan serat kulit. Hal inilah yang melatarbelakangi
dilakukannya praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak mengenai Kulit.
Tujuan dan
Kegunaan
Tujuan dari praktikum Kulit adalah untuk mengetahui
proses penyamakan kulit kambing dan produk – produk yang dapat dihasilkan dari
penyamakan kulit kambing.
Kegunaan dari praktikum Kulit adalah agar dapat melakukan
proses penyamakan kulit kambing dan dapat mengetahui produk – produk yang dapat
dihasilkan dari penyamakan kulit kambing.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gambaran
Umum Kulit
Kulit adalah lapisan luar tubuh binatang yang
merupakan suatu kerangka luar, tempat bulu binatang itu tumbuh. Dalam
Ensiklopedia Indonesia, dijelaskan bahwa kulit adalah lapisan luar badan yang
melindungi badan atau tubuh binatang dari pengaruh-pengaruh luar misalnya
panas, pengaruh yang bersifat mekanis, kimiawi, serta merupakan alat penghantar
suhu. Pada saat hidup, kulit memiliki fungsi antara lainsebagai indra perasa,
tempat pengeluaran hasil pembakaran, sebagaii pelindung dari kerusakan bakteri
kulit, sebagai buffer terhadap pukulan, sebagai penyaring sinar matahari, serta
sebagai alat pengatur peralatan tubuh hewan (Sunarto, 2001) dalam (Raffy,
2012).
Kulit segar yang baru dilepas dari tubuh binatang
memiliki beberapa unsur berikut (Sunarto, 2001) dalam (Raffy, 2012):
Collagen :
30% - 32%
Lemak :
2% - 5%
Epidermis :
0,2% - 2%
Mineral :
0,1% - 0,3%
Air :
60% - 65%
Dari keseluruhan produk sampingan
hasil pemotongan ternak, maka kulit merupakan produk yang memiliki nilai
ekonomis yang paling tinggi. Berat kulit pada sapi, kambing dan
kerbau memiliki kisaran 7-10% dari berat tubuh. Secara ekonomis kulit
memiliki harga berkisar 10-15% dari harga ternak (Gazali, 2011).
B. Tinjauan
Umum Penyamakan Kulit
Penyamakan kulit adalah suatu proses pengolahan untuk
mengubah kulit mentah hides maupun skines menjadi kulit tersamak atau
leather. Penyamakan kulit merupakan cara untuk mengubah kulit mentah
(hide/skin) yang bersifat labil (mudah rusak oleh pengaruh fisik, kimia dan
biologis) menjadi kulit yang stabil terhadap pengaruh tersebut yang biasa
disebut kulit tersamak (leather). Kulit samak atau kulit jadi
memiliki sifat-sifat khusus yang sangat berbeda dengan kulit mentahnya, baik
sifat fisis maupun sifat khemisnya. Kulit mentah mudah sekali membusuk dalam
keadaan kering, keras, dan kaku. Sedangkan kulit tersamak memiliki sifat
sebaliknya Teknik mengolah kulit mentah menjadi kulit samak disebut penyamakan.
Dengan demikian, kulit hewan yang mudah busuk dapat menjadi tahan terhadap
serangan mikroorganisme. Prinsip mekanisme penyamakan kulit adalah memasukkan
bahan penyamak ke dalam anyaman atau jaringan serat kulit sehingga menjadi
ikatan kimia antara bahan penyamak dan serat kulit (Raffy, 2012).
Dalam proses penyamakan dikenal adanya sistem
penyamakan berbulu dan tidak berbulu. Sistem penyamakan berbulu tentunya
ditujukan untuk mempertahankan keindahan bulunya sedangkan penyamakan tidak
berbulu tentunya sengaja ditujukan untuk menghilangkan bulu. Sekilas yang
membedakan kedua proses ini adalah dilakukannya proses pengapuran pada sistem
penyamakan tidak berbulu dengan tujuan supaya mempermudah dalam menghilangkan
bulunya (Raffy, 2012).
Terdapat tiga tahapan pokok dalam industri penyamakan
kulit yaitu (Raffy, 2012) :
1. Pengerjaan basah (beamhouse) atau yang biasa disebut pretanning, terdiri
dari proses perendaman (soaking), pengapuran (liming), pembuangan kapur
(deliming), baitsen (bating), dan pengasaman (pickling).
2. Penyamakan (tanning), kulit pickle direndam pada bahan penyamak, yang
proses penyamakannya terdiri dari penyamakan nabati, penyamakan krom,
penyamakan kombinasi, dan penyamakan sintesis.
3. Penyelesaian akhir (finishing), prosesnya terdiri dari pengetaman
(shaving), pemucatan (bleaching), penetralan (neutralizing), pengecatan dasar,
peminyakan (fat liquoring), penggemukan (oiling), pengeringan, pelembaban, dan
perenggangan.
Adapun Jenis penyamakan kulit adalah sebagai
berikut (Raffy, 2012) :
1. Penyamakan nabati
Dalam
penyamakan nabati digunakan bahan penyamak nabati yang berasal dari alam. Bahan
penyamak nabati merupakan bahan penyamak yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang
mengandung bahan penyamak.
2. Penyamakan krom
Dalam
penyamakan krom, digunakan krom sulfat basa. Kulit yang disamak dengan bahan
penyamak ini memberi sifat lemas, kuat, tetapi kurang berisi.
3. Penyamakan kombinasi
Penyamakan
kombinasi adalah penyamakan kulit dengan dua atau lebih bahan penyamak, dengan
tujuan saling melengkapi karena setiap bahan penyamak memiliki kekurangan dan
kelebihan masing-masing.
4. Penyamakan sintesis
Pada
dasarnya penyamakan sintesis tidak jauh beda dengan penyamakan nabati, hanya
saja menggunakan bahan sintesis yaitu organic polyacid yang memiliki kemampuan
menyamak kulit.
Kegiatan penyamakan kulit dilakukan dengan cara
seperti berikut: (Raffy, 2012) :
1. Pretanning
Kegiatan ini bertujuan untuk mengawetkan kulit mentah
agar dapat bertahan hingga penyamakan sesungguhnya dilakukan. Kegiatan ini
dinamakan dengan pengerjaan basah yang meliputi proses perendaman (soaking),
pengapuran (liming), pembuangan kapur (deliming), baitsen (bating), dan
pengasaman (pickling). Adapun tujuan dari masing-masing kegiatan yaitu :
a. Perendaman bertujuan untuk mengubah kondisi kulit kering menjadi lemas dan
lunak.
b. Pengapuran bertujuan untuk menghilangkan bulu dan epidermis, kelenjanr
keringat dan lemak, zat-zat yang tidak diperlukan, memudahkan pelepasan
subcutis, dsb.
c. Pembuangan kapur bertujuan untuk menghilangkan kapur yang tergandung dalam
kulit, karena penyamakan dilakukan dalam kondisi asam sehingga harus terbebas
dari kapur yang bersifat basa.
d. Bating
merupakan proses penghilangan zat-zat non kolagen
e. Pengasaman bertujuan membuat kulit bersifat asam (pH 3,0 – 35), agar kulit
tidak bengkak bila bereaksi dengan obat penyamaknya.
2. Tanning
Tahapan proses penyamakan disesuaikan dengan jenis
kulit. Kulit dibagi atas 2 golongan yaitu hide (untuk kulit dari
binatang besar seperti kulit sapi, kerbau, kuda dan lain-lain),
dan skin(untuk kulit domba, kambing, reptil dan lain-lain). Jenis zat
penyamak yang digunakan mempengaruhi hasil akhir yang diperolah. Penyamak
nabati (tannin) memberikan warna coklat muda atau kemerahan, bersifat agak kaku
tapi empuk, kurang tahan terhadap panas. Penyamak mineral paling umum
menggunakan krom. Penyamakan krom menghasilkan kulit yang lebih lembut/ lemes,
dan lebih tahan terhadap panas.
3. Finishing
Kegiatan setelah penyamakan kulit terdiri atas
pengetaman (shaving), pemucatan (bleaching), penetralan (neutralizing),
pengecatan dasar, peminyakan (fat liquoring), penggemukan (oiling),
pengeringan, pelembaban, dan perenggangan, masing-masing kegiatan yaitu seperti
berikut :
a. Pengetaman merupakan suatu kegiatan yang membuat kulit memiliki tingkat
ketebakan yang sama.
b. Pemucatan bertujuan untuk menghilangkan flek-flek besi, merendahkan pH, dan
lebih menguatkan ikatan antara bahan penyamak dengan kulit.
c. Penetralan dilakukan bagi kulit samak krom, karena kulit samak krom
berkadar asam tinggi, sehingga perlu dinetralkan agar tidak mengganggu proses
selanjutnya.
d. Pengecatan
dasar dilakukan dengan tujuan agar pemakaian cat tutup tidak terlalu tebal
e. Peminyakan pada kulit memiliki tujuan antara lain untuk
pelumas serat- serat kulit agar kulit menjadi tahan tarik dan tahan getar,
menjaga serat kulit agar tidak lengket satu dengan yang lainnya, dan membuat
kulit tahan air.
f. Penggemukkan bertujuan agar zat penyamak tidak keluar
ke permukaan sebelum kering.
g. Pengeringan dilakukan bagi kulit atasan dengan tujuan untuk menghentikan
proses kimiawi dalam kulit. Kulit yang diperah airnya dengan mesin atau
tangan kemudian dikeringkan.
h. Pelembaban dilakukan bagi kulit bawahan dengan tujuan agar kulit dengan
mudah dapat menyesuaikan dengan kondisi udara disekitar.
i. Kegiatan akhir dari bagian ini adalah peregangan yang
bertujuan agar kulit mulut secara maksimal. Sehingga dengan demikian, tidak
akan mulur lagi setelah menjadi barang.
C. Produk Hasil
Dari Penyamakan Kulit
Hasil olahan kulit dalam bentuk non
pangan lebih banyak dalam bentuk kulit tersamak (leather) melalui proses
penyamakan. Beberapa jenis produk leather yang kita kenal adalah sebagai
berikut ( Gazali, 2011) :
1. Kulit sol
Kulit sol biasanya berasal dari kulit tebal yang mempunyai struktur serat
yang kuat dan padat. Jenis kulit ini kaku dan sulit dibengkokkan.
Penggunaannya sebagai bahan sol sepatu untuk militer/polisi serta pekerja
pabrik. Kulit sol diolah dengan melalui penyamakan nabati.
2. Kulit raam
Kulit raam adalah jenis kulit vache digunakan untuk menyambung kulit atasan
dengan kulit bawahan dan diperdagangkan sebagai lajuran dengan lebar 12-18 mm
dan tebal 1,8-2,2 mm. Warna biasanya disesuaikan dengan warna kulit
ternak.
3. Kulit box
Kata box merupakan contoh dari kulit atasan yang berasal dari kulit sapi melalui
penyamakan chrome. Sifat kulit ini lemas, struktur kuat serta nerf tidak
mudah pecah dan lepas. Banyak digunakan sebagai bahan sepatu kantor atau
kerja.
4. Kulit fahl
Kulit fahl merupakan bahan untuk kulit atasan berasal dari kulit sapi yang
disamak nabati dan diberi gemuk tidak berwarna atau berwarna kehitaman.
Sifatnya tahan air, lemas dan kekuatan tariknya tinggi. Banyak digunakan
sebagai bahan sepatu gunung, militer maupun sepatu lapangan.
5. Kulit tahan air
Kulit ini merupakan kulit atasan melalui proses penyamakan chrome,
kombinasi dan nabati. Kulit diberi gemuk agar tahan terhadap air dan
banyak digunakan sebagai bahan pembuatan sepatu berat, laras, sport dan
ski. Kadar gemuknya mencapai 15-21%.
6. Kulit nubuk dan velour
Kulit ini berasal dari kulit sapi yang disamak chrome dan pada bagian atas
(nerf) digosok sedikit sehingga bila diraba akan terasa seperti beludru.
7. Kulit chevrau
Kulit ini dibuat dari kulit kambing yang disamak chrome yang digunakan
sebagai bahan kulit atasan. Kulit ini biasa juga disebut kulit glase.
8. Kulit chevrette
Kulit ini berasal dari domba yang disamak chrome. Kekuatannya
sedikit berada dibawah kulit chevrau sehingga kebanyakan dibuat untuk jenis
sepatu rumah.
9. Kulit blank
Kulit ini kebanyakan diolah dengan samak nabati sifatnya elastis
tidak mudah dibengkokkan dan kuat. Digunakan sebagai bahan untuk sadel,
tas, ransel.
10. Kulit vachet
Kulit ini berbahan mentah kulit sapi dan digunakan sebagai bantal pada
kursi dan peralatan-peralatan rumah tangga lainnya.
11. Kulit mebel
Kulit ini mirip dengan kulit blank namun jumlah gemuk yang diberikan lebih
banyak, elastis dan kuat.
12. Kulit halus
Yang tergolong kulit ini adalah kulit sampul buku dan kulit tas.
Bahan mentahnya berasal dari kulit sapi, kambing dan domba yang disamak nabati
13. Kulit manchet
Jenis kulit ini banyak dipergunakan untuk peralatan pompa, pipa air,
pentil. Kulit ini berasal dari kulit sapi dan kambing.
14. Kulit tekstil
Jenis kulit ini digunakan untuk keperluan alat-alat teknik antara
lain bagian-bagian dari alat tenun misalnya pecker, roda gigi (dapat
berjalan tanpa berbunyi).
15. Kulit sarung tangan
Jenis kulit harus tipis, lemas dan lentur. Biasanya putih atau
berwarna-warni. Bahan mentahnya dapat berasal dari kulit kambing, domba
rusa dan babi. Prosesnya melalui penyamakan chrome, kombinasi chrome
dengan minyak.
16. Kulit pakaian
Yang termasuk dalam produk ini adalah barang kulit berupa mantel ataupun
jaket. Bahan mentah berasal dari kulit domba, kambing, sapi dan kuda.
17. Kulit pengisap keringat
Kulit ini biasanya dipasang pada topi. Prosesnya dengan penyamakan
nabati. Bahan mentahnya berasal dari kulit domba, kambing dan babi.
METODOLOGI UJI LABORATORIUM
Waktu dan
Tempat
Praktikum Penyamakan Kulit dilaksanakan pada hari
senin, tanggal 15 April 2013 pukul 14.00 WITA sampai selesai bertermpat di
Laboratorium Bandung
Alat dan
Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum penyamakan kulit
adalah pisau, talenan, panci, gelas kimia, baskom, sendok kayu, saringan dan
timbangan.
Bahan yang diigunakan pada praktikum penyamakan kulit
adalah potongan kulit kambing 177 gram, daun jonga – jonga (Chromolaena
odorata) sebanyak 1 kg, air, larutan asam formiat (HCOOH),
asam sulfat (H2SO4) dan NaHCO3.
Prosedur
Kerja
Prosedur kerja praktikum penyamakan kulit pertama –
tama merendam kulit kambing dengan air, lalu memasak air 1 kg hingga
mendidih dan memasukkan 1 kg daun jonga – jonga (Chromolaena odorata)sambil
diaduk terus. Setelah airnya habis, pemasakan dihentikan dan didiamkan sekitar
1 jam lalu diekstrak untuk mengambil air yang mengadung tanin dari daun.
Selanjutnya melakukan soratasi, yaitu memilih dan mengambil kulit kambing yang
akan disamak lalu membersihkan dari sisa daging dan lemak. Setelah itu
melakukan pencucian daging dan menimbangnya, kemudian memasukka ke dalam baskom
yang ditambahkan 100 % air dan 12 % garam dari berat kulit kambing lalu diputar
10 menit. Selanjutnya proses pengasaman (pickling), yaitu menambahkan larutan
asam HCOOH yang telah diencerkan dengan air (1:10) sebanyak 20 % dari
berat kulit lalu diaduk 30 menit, kemudian memasukkan asam sulfat (H2SO4)
yang telah diencerkan dengan air (1:10) sebanyak 20 % dari berat kulit dan
dibagi menjadi 3 baagian pemasukan setiap interval 5 menit. Setelah itu, kulit
diangkat dan dibiarkan hingga 19 jam lalu ditambahkan bahan penyamak nabati,
yaitu air tanin yang sudah diekstrak sebanyak 12 % dari berat kulit dan diaduk
selama 2 jam. Setalah 2 jam, dilakuakn penyamakan (tanning) dengan menambahkan
NaHCO3 yang telah diencerkan dengan air (1:10) sebanyak 1 %
dari berat kulit dan dibagi menjadi 3 bagian pemasukan setiap interval 5 menit,
selanjutnya melakukan pemeraman. Setelah 24 jam, kulit dijemur di tempat yang
terkena sinar matahari selama 12 jam, lalu mengamati perubahan yang terjadi
pada kulit samak.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kualitas
Kulit Samak
Berdasarkan pengamatan pada kulit samak lalu uji
organoleptik yang telah dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel 10. Hasil Pengamatan Uji Organoleptik Kulit
Samak
NO
|
Uji
Kualitas
|
Hasil Uji
Kualitas
|
1.
|
Kepadatan Bulu
|
4
|
2.
|
Kerontokan / Kekerasan Bulu
|
4
|
3.
|
Penampilan Fur
|
4
|
4.
|
Kelemasan
|
3
|
Sumber: Data Hasil Praktikum Teknologi Pengolahan
Hasil Ternak, 2013
Berdasarkan data pada tabel 10 diketahui bahwa bulu
pada kulit kambing hasil samak menjadi padat dengan bernilai 4. Hal ini terjadi
karena adanya penambahan tanin dari ekstrak daun jonga – jonga sehingga bulu
kulit kambing menjadi lebih padat. Hal ini sesuai pendapat Mustakim (2009)
dalam Muchlas (2012) bahwa pada tahap penyamakan ulang menggunakan nabati, maka
molekul tanin akan mengisi ruang yang kosong diantara rantai kolagen hingga
maksimal, sehingga dihasilkah kulit samak yang padat dan berisi.
Dari segi kerontokan atau kekuatan bulu pada kulit
kambing yang sudah disamak bersifat kuat dan tidak ada bulu yang lepas saat
ditarik, hal ini dapat disebabkan karena efektifnya proses perendaman. Air yang
digunakan selama perendaman adalah air yang kesadahannya rendah. Hal ini
didukung oleh pendapat Irfan (2012) bahwa kualitas baik kulit samak memiliki
karakteristik lemasnya merata, tidak berbau busuk, tidak licin dan bulunya
tidak ada yang lepas.
Pada penampilan fur kulit kambing yang sudah disamak
tampak menarik dengan nilai 4, menariknya kulit samak disebabkan karena adanya
penambahan larutan asam sulfat (H2SO4) sebanyak 12 %. Hal
ini didukung oleh pendapat Mustakim (2009) dalam Muchlas (2012) bahwa, proses
pengasaman bertujuan untuk menyiapkan kulit dalam kondisi asam (pH 2,5–3), hal
ini dilakukan dengan hati-hati karena bahan kimia yang digunakan berupa asam
kuat (H2SO4) yang sangat berbahaya baik terhadap pelaksanaannya maupun terhadap
kulit sendiri, dengan pengasaman ini kulit akan tampak bersih dan cemerlang.
Dari segi kelemasan kulit kambing samak bernilai 3
yang artinya cukup lemas. Kelemasan kulit hasil samak dipengaruhi oleh jenis
penyamak yang digunakan. Penyamakan dengan bahan nabati (tanin) akan
menghasilkan kulit samak yang kurang lemas (kaku), sedangkan bila menggunakan
krom dalam penyamakan akan membuat kulit lebih lemas. Hal ini sesuai dengan
pendapat Mustakim (2009) dalam Muchlas (2012) bahwa penyamak nabati (tannin) memberikan
warna coklat muda atau kemerahan, bersifat agak kaku tapi empuk, kurang tahan
terhadap panas, sedangkan penyamak mineral paling umum menggunakan krom.
Penyamakan krom menghasilkan kulit yang lebih lembut/ lemes, dan lebih tahan
terhadap panas.
B. Nilai
Rendemen
Berdasarkan perhitungan dari penimbangan berat kulit
sebelum dan setelah disamak, diperoleh hasil berikut.
Tabel 11. Nilai Uji Rendemen
Rendemen
Kulit
|
Persentase
|
Kulit
Kambing sebelum dan setelah penyamakan
|
54,802 %
|
Sumber: Data Hasil Praktikum Teknologi Pengolahan
Hasil Ternak, 2013
Berdasarkan data pada tabel di atas, maka dapat
diketahui bahwa nilai rendemen yang diperoleh dari penimbangan berat kulit
sebelum pengolahan dan setelah pengolahan dengan penyamakan yaitu 54,802 %, ini
membuktikan bahwa metode penyamak efektif dapat mengoptimalkan suatu produk
dengan baik. Hal ini diperkuat oleh pendapat Zaenab (2008) dalam Muhammad (2012)
menyatakan bahwa nilai rendemen merupakan indikator untuk mengetahui efektif
tidaknya metode yang diterapkan pada suatu penelitian, khususnya tentang
optimalitasnya dalam menghasilkan suatu produk. Semakin tinggi nilai rendemen
berarti perlakuan yang diterapkan pada penelitian tersebut semakin efektif.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan praktikum penyamakan kulit
dapat disimpulkan bahwa:
1. Tingkat kepadatan bulu dan tingkat kelemasan pada kulit samak dipengaruhi
oleh faktor jenis bahan penyamak yang digunakan, tingkat kekuatan bulu
(kerontokan) dipengaruhi oleh faktor dalam proses perendaman, dan tingkat
penampilan dipengaruhi oleh penambahan larutan asam.
2. Nilai rendemen membuktikan dengan metode penyamak efektif dapat mengoptimalkan
suatu produk dengan baik.
Saran
Sebaiknya laboratorium diperluas sehingga proses
praktikum dapat berlangsung lebih tertib.
DAFTAR PUSTAKA
Irfan, M. 2012. Ilmu dan Teknologi Pengolahan
Kulit. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar.
Gazali, I. 2011. Teknologi Pengawetan dan
Pengolahan. http://irmangasali .blogspot.com/2011 / 03/ teknologi-
pengawetan-dan-pengolahan.html. Diakses pada tanggal 18 April 2013.
Muchlas. 2012. Laporan Praktikum Limbah Penyamakan
Kulit.http://muchlassains. wordpress.com /2012/12/28/
laporan-praktikum-kelompok- praktikum- limbah-penyamakan- kulit-ceker/ .
Diakses pada tanggal 18 April 2013.
Muhammad, I. 2012. Artikel Penyamakan Kulit. http://Muhammad,
I. .blogspot.com/2012/09/artikel-ilmiah.html. Diakses pada tanggal 18 April
2013.
Raffy, H. 2012. Gantungan Kunci Ceker Ayam. http://ag1992.blogspot.com
/2012/10 /gantungan-kunci-ceker-ayam-makalah.html. Diakses pada tanggal 18
April 2013.
LAMPIRAN
Perhitungan Hasil
Uji Organoleptik Penyamakan Kulit Kambing